"Jakarta for better city"

Politik

Pilpres 2009 memilih presiden kedua

Di Jakarta presiden terpilih pada pilpres 2009 akan menempati istana negara dan menjadi tumpuan harapan seluruh rakyat Indonesia. Sampai saat ini sebetulnya semua presiden telah memiliki karakter yang diharapkan. Masing-masing figur presiden seharusnya sudah mampu membuat Indonesia maju. Soekarno yang kenegarawanan, Soeharto yang memiliki strategi jangka panjang, Habibie yang jenius, Gus Dur yang memiliki toleransi dan keterbukaan, Megawati yang tak banyak bicara hingga SBY yang punya kharisma. Pada kenyataannya beliau-beliau itu hanya menjalankan pemerintahan, bukan mengendalikannya. Hasilnya semua kehilangan kredibilitas kepemimpinannya karena rupiah. Ini tak lepas dari sistem pemerintahan “mutan” yang terjadi karena evolusi sistem pemerintahan dan cara kita menilai keberhasilan presiden dari nilai rupiah yang kita punya.

Kita memang pernah menganut sistem parlementer di tahun lima puluhan. Dan kembali bergandeng tangan dengan sistem pemerintahan presidensial hingga sekarang. Tetapi di sepanjang perjalanannya, sistem ini mendapat pengaruh ekstra ketat dari sistem parlementer dan monarki Belanda. Setelah reformasi, Presiden sebagai lembaga eksekutif dalam menjalankan pemerintahan masih khawatir oleh tekanan DPR. Lembaga legislatif ini bisa setiap saat menjatuhkan presiden. Tetapi kedua sistem itu cenderung dinaungi, oleh sistem monarki rupiah. Rupiah menjadi pengendali utama kekuasaan legislatif , eksekutif dan yudikatif. Sangat wajar jika penetapan undang-undang, penerapan sistem hukum, pengelolaan sumber daya alam, penggalangan investasi, penanggulangan bencana dan seluruh sektor bisa dikendalikan oleh rupiah. Jadi sebenarnya sejak dulu bapak/ibu Rupi’ah yang menjadi presiden di negeri tercinta ini. Siapa yang salah ??? Rakyatnyalah yang telah memilih dan memuliakan rupiahnya itu sebagai presiden pertama.

Seharusnya reformasi berperan penting dalam menggeser pilihan rakyat untuk menentukan presiden keduanya. Sayangnya kesempatan emas ini tak dimanfaatkan sebaik-baiknya dan malah dijadikan ajang petualangan kaum reformis serta para elit politik tuk berburu rupiah. Akhirnya masyarakat cenderung membanding-bandingkan nilai rupiah yang dimiliki di masa kepemimpinan sebelumnya dengan saat ini. Padahal urusan kantong datangnya bukan dari presiden terpilih. Hasil positif reformasi adalah pemilihan presiden langsung dan lahirnya KPK sebagai cikal bakal KPU masa depan. LSM ,komnas serta lembaga independen lainnya tumbuh dan berkembang menjadi fungsi KPUD sesungguhnya. Ajang debat di media dan para petani informasi di internet mensosialisasikan lahan alternatif terbaik bagi kampanye modern. Semua memainkan peranannya agar rakyat tak memilih rupiah Semoga saja institusi ini tetap eksis, netral, bekerja terus-menerus dan tak dikendalikan oleh rupiah.

Sudah saatnya Indonesia bangkit dari rakyatnya sendiri dan rakyat juga yang harus menentukan mau atau tidaknya memilih rupiah sebagai presidennya kembali. Hanya perlu niatan , kepedulian, kearifan dan kejelian untuk melihat sesuatu yang tak terlihat. Sebab rupiah tersembunyi rapi di balik bayang-bayang sebuah figur. Dan semakin jelas terlihat saat rupiah mampu merubah karakter dan idealisme seseorang ketika menjadi pemimpin. Selamatkan kecerdasan kita untuk menilai calon presiden dengan kritis, mencermati wawasannya, latar belakangnya, kepribadiannya, visi dan misinya, karakter kepemimpinanya, cara dan jalan setapak yang dilaluinya menuju singgasana, serta apa dan siapa di balik mereka ?. Memilih satu diantara mereka yang menghormati sesama dan tak terjebak dalam irama rupiah. Atau setidaknya menunjuk mereka yang berusaha menghindarkan diri untuk menggunakan rupiah dalam menempuh jalan pintas kepopuleran. Semakin banyak hutang mereka terhadap rupiah, maka semakin besar ketergantungannya terhadap rupiah. Begitu juga jika semakin besar yang tak memanfaatkan hak pilih , akan membuat semakin tinggi kemungkinan terpilihnya rupiah kembali sebagai presiden. Biarkan money politic yang memperkaya rakyat tetap berjalan hingga memiskinkan para bakal calon, karena kita butuh seorang presiden yang tak memiliki kontrak hidup dengan rupiah. Ketika saatnya nanti terpilih, beliau bisa melepaskan rupiah yang selama ini mencengkeram pemerintahan. Dan semoga saja kita bisa memiliki presiden kedua setelah Rupiah. Mari perhatikan jalan untuk melangkah ke masa depan. Selamat menyeleksi !!!(DPH)